Thursday, May 3, 2007

Pentingkah pembelajaran kosakata bahasa Arab terhadap anak?
Ilmu bahasa bukanlah ilmu yang sulit, tetapi bahasa merupakan ilmu praktis yang membutuhkan praktek yang berkesinambungan dalam mempelajarinya. Seorang bayi ketika baru lahir belum mengenal bahasa apapun. Kemudian mulailah ia mengenal kata demi kata dari suara yang didengar di sekitarnya. Dari kata-kata itu ia rekam sehingga dapat digunakan di kemudian hari ketika sudah mulai berbicara. Begitu pula apabila seseorang ingin menguasai suatu bahasa, ia harus terlebih dahulu banyak mendengar kosakata bahasa yang ingin dikuasai. Setelah banyak kata dikuasai, barulah ia mulai belajar tata bahasa yang benar dari bahasa tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari bahasa Arab, seseorang haruslah banyak mengenal kosakata bahasa Arab, dan tentu saja mengetahui artinya. Berdasarkan paparan tersebut jelaslah betapa pentingnya pengenalan kosakata bahasa Arab kepada anak-anak sejak dini agar mereka terbiasa dengan kata-kata tersebut.
Pengajaran bahasa Asing untuk usia muda di Indonesia seperti juga pada awal tahun 50-an di Eropa, diilhami oleh keyakinan bahwa belajar bahasa itu lebih awal lebih baik. Meminjam istilah Rod Ellis, the earlier is the better. Keyakinan ini dilandasi pengalaman empiris para linguis/ ahli bahasa seperti Jean Piaget, Lev M. Vygotksy, Daniel Steinberg, dan Lenneberg meskipun mereka sedikit berbeda pandangan dalam melihat proses pengembangan bahasa anak. Vygotksy (1974, dalam Suparno, 2000) yakin bahwa bahasa dapat diperoleh dengan interaksi antara pembelajar dengan orang lain dan alam sekitar melalui proses asimilasi, melibatkan diri dalam bahasa yang akan diperoleh dan akomodasi, menerima masukan bahasa yang berterima (i + 1) untuk diproses dalam cognitive device mereka. Ia menyimpulkan bahwa pembelajaran bahasa asing, seperti halnya bahasa pertama/ ibu, dapat dilakukan dengan mengkreasikan suasana belajar yang mendekati proses nyata pemerolehan bahasa. Dalam istilah Krashen, harus cukup pajanan bahasa (language exposure) sebagai input variable.
Vygotksy, di dukung juga oleh Scott dan Ytreberg (1990), menyatakan bahwa proses pembelajaran untuk usia muda harus memperhatikan karakteristik pembelajar. Scott dan Ytreberg yakin bahwa pembelajar usia muda belajar melalui tindakan (learning by doing), mereka dapat bercakap cakap tentang apa yang sudah dilakukan dan didengar, mereka juga sudah bisa berargumentasi. Selain itu pembelajar usia muda dapat memahami situasi dengan cepat meski mereka hanya bisa mempertahankan konsentrasi dengan periode yang cukup singkat. Pembelajar usia muda senang bermain sendiri dan bekerja sendirian, namun mereka juga bisa bekerja sama dengan orang dewasa. Itu sebabnya pembelajaran bahasa Asing untuk usia muda sebaiknya dilakukan dengan melibatkan pembelajar, mengajak siswa berbuat dan beraktivitas. Ini juga sangat efektif untuk mengakomodir multiple inteligence mereka. Bahwa bahasa dapat diajarkan sejak dini juga didasari dengan keyakinan ahli (Stern dan Weinrib, 1977; Steinberg, 2000; Freeman dan Long, 2000) bahwa dalam perkembangan kognitif anak, ada level yang disebut Zone of Proximal Development atau Critical Period, yaitu masa di mana mereka masih memiliki elastisitas otak (brain plasticity) sehingga bahasa tepat untuk diajarkan. Masa ini diyakini merentang antara 4 tahun hingga menjelang pubertas atau disebut dengan Golden Age. Meski keyakinan ini ada yang menentang tetapi kenyataannya praktek pengajaran bahasa asing (Inggris) untuk usia muda di Eropa maupun di Indonesia telah dilakukan.
Menghapal Al-Quran
Di antara karakteristik Al Quran adalah: ia merupakan Kitab Suci yang dimudahkan
untuk dihapal dan diulang-ulang, dan ia juga dimudahkan untuk diingat dan fahami.
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?.” (Al Qamar:17), dan ayat lainnya.
Karena dalam lafazh-lafazh Al Quran, redaksi-redaksinya, dan ayat-ayatnya
mengandung keindahan, kenikmatan dan kemudahan, sehingga mudah untuk dihapal bagi
orang yang ingin menghapalnya, menyimpan dalam hatinya, dan menjadikan hatinya
sebagai tempat Al Quran.
Dari sini, kita mendapati ribuan bahkan puluhan ribu kaum Muslimin yang
menghapal Al Quran, dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang belum
menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih kanak-anak itu, mereka tidak mengetahui
nilai kitab suci, juga apakah ia suci atau tidak, namun tetap saja Al Quran dihapal oleh
bilangan orang yang banyak itu.
Jika Anda meneliti perhatian orang-orang Kristen terhadap Kitab Suci mereka, kita
akan mendapatkan tidak seorangpun yang hapal isinya, tidak setengahnya, atau
seperempatnya, dari kalangan orang-orang yang beriman dengan kitab itu, hingga para
rahib, pendeta, uskup dan kardinal sekalipun tidak hapal kitab suci mereka.
Sementara dengan Al Quran, kita mendapatkan banyak non-Arab yang hapalannya
amat bagus: seperti saudara-saudara kita dari India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan,
Turki, Senegal dan Muslim Asia-Afrika lainnya, padahal mereka tidak memahami bahasa
Arab. Kami pernah menguji mereka dalam musabaqah-musabaqah menghapal Al Quran
di negeri Qathar, dan aku dapati salah seorang mereka ada yang menghapal demikian
bagusnya sehingga seperti sebuah kaset rekaman Al Quran, yang tidak melupakan satu
huruf-pun dari Al Quran, atau satu kata darinya, namun demikian, saat kami tanya dia
(dengan bahasa Arab): siapa nama Anda? Ia tidak dapat menjawab! Karena ia tidak
memahami bahasa Arab.
Ini semua adalah perwujudan dari firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benarbenar
memeliharanya.” (Al Hijr: 9).
Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Al Quran ini dengan ungkapan yang tegas itu1,
dan diantara perangkat untuk memeliharanya adalah: menyiapkan orang yang
menghapalnya, dari satu generasi ke generasi lainnya.
Kami telah menghapal Al Quran dengan baik saat belum lagi menginjak usia
sepuluh tahun, dan mungkin kami dapat menghapalnya pada usia yang lebih muda lagi.
Kami dapati di Bangladesh seorang anak-anak yang telah hapal Al Quran saat ia
berusia sembilan tahun. Saat kami mencoba hapalannya, kami dapati hapalannya amat
bagus.
Kami mendapati di Mesir anak yang telah hapal Al Quran saat ia berusia tujuh
tahun, seperti kami saksikan dalam musabaqah tahfizh Al Quran. Dan salah seorang2
1 Penegasan itu tampak dalam penggunaan jumlah ismiyyah (redaksional dengan kata benda) dan dalam
kata “inna” serta lam dalam khabar “lahaafizhuun”.
darinya datang ke Qathar, dan kemudian diterima dengan hormat oleh menteri
Pendidikan Qathar beberapa tahun yang lalu. Dan kami melihat seorang anak pada usia
yang sama telah menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, dari sebuah
kampung dekat kampung asalku di Mesir, yaitu Sajin al Kaum3.
Kami temukan sebagian pendidik kontemporer yang mengkritik kegiatan
menghapal Al Quran pada saat kanak-kanak, karena ia menghapalnya tanpa pemahaman,
dan manusia tidak seharusnya menghapal apa yang tidak ia fahami.
Namun kaidah ini tidak boleh diaplikasikan bagi Al Quran, karena tidak mengapa
seorang anak menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak untuk kemudian
memahaminya pada saat dewasa. Karena menghapal pada saat kanak-kanak seperti
memahat di atas batu, seperti dikatakan seoarang bijaksana pada masa lalu. Dan saat ada
yang mengatakan: orang yang dewasa lebih matang akalnya! Ada yang menjawab:
namun ia lebih banyak kesibukannya!
Kami telah menghapal Al Quran dan menyimpannya dalam hati semenjak masa
kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa.
Di antara keistimewaan Al Quran adalah: ia merupakan kitab yang dijelaskan dan
dimudahkan untuk dihapal, seperti kami telah jelaskan dalam karakteristikkarakteristiknya.
Oleh karena ia dipahami –secara global—oleh yang kecil dan yang
besar, yang tidak berpendidikan maupun yang berpendidikan, dan setiap orang
mengambil pemahaman darinya sesuai dengan kemampuannya.
Kami perlu sebut di sini –saat kami belajar di al Kuttab (madrasah penghapal Al
Quran)— kami pernah membaca kisah-kisah Al Quran dan nasehat-nasehatnya, dan kami
mengetahui ibrah umum dari kisah-kisah itu, meskipun kami tidak mencapai maknamakna
yang dalam yang terkandung dalam redaksi Al Quran, hukum-hukumnya dan
semacamnya.
Kejadian yang lain adalah saat kami mengulang hapalan surah Ash Shaaffaat
kepada syeikh Kuttab kami yaitu Syaikh Hamid. Dalam surah itu terdapat banyak kisah
para Rasul, dan di antaranya adalah kisah Nabi Luth a.s. dan kaumnya yang dihancurkan
oleh Allah SWT dan dibinasakan dengan azab-Nya. Tentang mereka Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya Luth benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika Kami selamatkan
dia dan keluarganya (pengikut-pengikutnya) semua, kecuali seorang perempuan tua
(isterinya yang berada) bersama-sama orang yang tinggal. Kemudian Kami binasakan
orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan
melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu
tidak memikirkan?.” ( Ash Shaaffaat: 133-138).
Kami membaca dua ayat yang terakhir itu seperti ini:
“ َنيِحِبْصُم ْمِهْيَلَع َنو.رُمَتَل ْمُك.نِإَو ) 137 ( ِلْي.للاِبَو “.
2 Yaitu siswa Badri Abu Zaid dari propinsi Asyuth.
3 Beberapa bulan yang lalu ada seorang anak dari Iran –yang baru berumur tujuh tahun— yang menjadi
fenomena dalam menghapal Al Quran al Karim. Yaitu As Sayyid Muhammad Husain Ath Thababai. Ia
telah mengunjungi Qathar pada bulan Muharram tahun 1419 H (Mei 1998 M). Ia menampilkan hapalannya
dan pemahamannya terhadap Al Quran dengan mencengangkan semua orang. Ia telah mengunjungiku
bersama orang tuanya disertai duta besar Iran di Doha, aku kemudian menguji hapalan dan
pemahamannya, ternyata memang betul mengagumkan.
Dengan menyambung kata “ِلْي.للاِبَو َنيِحِبْصُم “, dan tidak berhenti pada ujung ayat,
kemudian kami membaca: “َنوُلِ.ْ.َ. اَلَفَأ “. Mendengar itu, Syeikh Hamid berkomentar:
Allah yaftah `alaik! (Allah membuka pemahaman engkau!) Syeikh itu mengetahui kami
telah memahami makna ayat itu: “
Kami dapati sebagian saudara kita yang beragama Kristen yang dengan serius
berusha menghapal Al Quran atau banyak juz dari Al Quran, dan agar anak-anaknya juga
menghapalnya pada usia kanak-kanak mereka. Seperti diceritakan sendiri oleh Dr.
Nazhmi Lukas, seorang sastrawan Koptik Mesir, tentang dirinya, dalam pembukaan
bukunya yang terkenal “Muhammad: Risalah dan Rasul”. Ia menceritakan bagaimana
bapaknya mengirimnya kepada salah seorang syaikh yang buta dan amat baik hapalannya
di kota Suez, kemudian bapaknya meminta syeikh itu untuk mengajarkan anaknya
menghapal Al Quran, dan dasar-dasarnya. Dan iapun melaksanakannya.
Pemimpin politik Koptik Mesir yang terkenal Makram Ubeid menghapal Al Quran
dalam jumlah banyak, dan ia dengan lincah mengutip dari Al Quran dalam pidatopidatonya,
dalam artikel-artikelnya, dalam pembelaannya di persidangan, dan kata-kata
Al Quran yang ia gunakan itu memberikan keindahan dalam ucapan-ucapannya, dan
memberika kekuatan yang tidak dapat diberikan oleh sumber lainnya selain Al Quran.
Diantara manfaat menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak adalah: meluruskan
lidah, membaca huruf dengan tepat, dan mengucapkannya sesuai denan makhraj
hurufnya, dan tidak mengalami seperti dialami oleh orang awam dan sayangnya sebagian
pendidik, yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, dan tidak mengeluarkan lidah
saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak menebalkan huruf-huruf izh-har
yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha, zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan
huruf raa dan kapan menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kata Allah,
kaditebalkan, dan kapan ditipiskan. Dan semacamnya dari bermacam-macam hal yang
biasa kita lakukan, sehingga membuat lidah kami lembut dari semenjak kanak-kanak,
akibat menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, sehingga akhirnya itu menjadi
tabi`at kami yang kedua.
1. Keutamaan Menghapal Al Quran.
Banyak hadits Rasulullah SAW yang mendorong untuk menghapal Al Quran, atau
membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu Muslim tidak kosong dari
sesuatu bagian dari kitab Allah SWT. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas secara marfu`:
“Orang yang tidak mempunyai hapalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh
yang mau runtuh “4.
Dan Rasulullah SAW memberikan penghormatan kepada orang-orang yang
mempunyai keahlian dalam membaca Al Quran dan menghapalnya, memberitahukan
kedudukan mereka, serta mengedepankan mereka dibandingkan orang lain.
Dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang
terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca
4 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia berkata: hadits ini hasan sahih.
dan hapalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana
hapalan Al Quran-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah
SAW : “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hapal, hai pulan?” ia menjawab: aku
telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali
bertanya: “Apakah engkau hapal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul. Rasulullah
SAW bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!”. Salah seorang
dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan
menghapal surah Al Baqarah semata karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya.
Mendengar komentar itu, Rasulullah SAW bersabda:
“Pelajarilah Al Quran dan bacalah, karena perumpamaan orang yang mempelajari Al
Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan
minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang
mempelajarinya kemudia ia tidur –dan dalam dirinya terdapat hapalan Al Quran— adalah
seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik “5.
Jika tadi kedudukan pada saat hidup, maka saat mati-pun, Rasulullah SAW
mendahulukan orang yang menghapal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya,
seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud.
Rasulullah SAW mengutus kepada kabilah-kabilah para penghapal Al Quran dari
kalangan sahabat beliau, untuk mengajarkan mereka faridhah Islam dan akhlaknya,
karena dengan hapalan mereka itu, mereka lebih mampu menjalankan tugas itu. Di antara
sahabat itu adalah: tujuh puluh orang yang syahid dalam kejadian Bi`ru Ma`unah yang
terkenal dalam sejarah. Mereka telah dikhianati oleh orang-orang musyrik.
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata:
Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah
(kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang
itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku,
ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu:
bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari
setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan “6.
Balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghapal dan ahli Al Quran
saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan
sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al Quran.
Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka
dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari,
kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di
5 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2879), dan lafazh itu darinya. Serta
oleh Ibnu Majah secara ringkas (217), Ibnu Khuzaimah (1509), Ibnu Hibban dalam sahihnya (Al Ihsaan
2126), dan dalam sanadnya ada `Atha, Maula Abi Ahmad, yang tidak dinilai terpercaya kecuali oleh Ibnu
Hibban.
6 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, al hakim, ia
menilainya hadits sahih, serta disetujui oleh Adz Dzahabi (1/553).
dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: “karena kalian
berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran” 7.
Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan Tuhan, karena keduanya berjasa
mengarahkan anaknya untuk menghapal dan mempelajari Al Quran semenjak kecil. Dan
dalam hadits terdapat dorongan bagi para bapak dan ibu untuk mengarahkan anak-anak
mereka untuk menghapal Al Quran semenjak kecil.
Ibnu Mas`ud berkata:
“Rumah yang paling kosong dan lengang adalah rumah yang tidak mengandung
sedikitpun bagian dari Kitab Allah SWT ”8.
Dan pengertian kata “ashfaruha” adalah: yang paling kosong dari kebaikan dan
berkah.
Al Munziri meriwayatkan dalam kitab At Targhib wa At Tarhib dengan kata:
“ashghar al buyut” dengan ghain bukan fa. Dan maknanya adalah: rumah yang paling
hina kedudukannya, dan paling rendah nilainya.
Para penghapal Al Quran dari Kalangan Sahabat.
Banyak terdapat hadits yang berbicara tentang keutamaan orang yang membaca Al
Quran dan menghapalnya. Seorang penghapal dinamakan: al qari, sementara kalangan
penghapal dinamakan: al qurra. Dan kadang-kadang menghapal diungkapkan dengan
kata “al jam`u”.
Al Bukhari meriwayatkan dari Qatadah: ia berkata: aku bertanya kepada Anas bin
Malik: siapa yang menghapal Al Quran pada masa Rasulullah Saw, ia menjawab: “empat
orang, seluruhnya dari kalangan Anshar, yaitu: Mu`adz, Ubay bin Ka`b, Zaid bin Tsabit,
dan Abu Zaid (salah satu paman Anas)”.
Dalam riwayat yang lain, dari Anas ia berkata: Saat Rasulullah SAW wafat, hanya
ada empat orang yang hapal Al Quran: Abu Darda, Mu`adz bin Jabal, Zaid bin Tsatbit
dan Abu Zaid9.
Riwayat ini bertentangan dengan riwayat lainya dari dua segi: pertama:
menggunakan redaksional hashr (pembatasan) pada empat orang. Dan kedua: menyebut
Abu Dard sebagai ganti Ubay bin Ka`b!.
Beberapa imam menolak pembatasan sahabat yang hapal hanya empat orang. Dan
mereka menakwilkan: bahwa perkataan itu seperti itu adalah dalam batas
sepengetahuannya. Karena para penghapal lebih banyak dari itu bilangannya, seperti
telah diketahui dengan yakin. Al Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Amru ia
berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
7 Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilanya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan
disetujui oleh Adz Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (21872) dan Ad
Darimi dalam Sunannya (3257), penj.
8 Diriwayatkan oleh Al Hakim dari Ibnu Mas`ud secara Mauquf. Ia berkata: sebagian mereka
memarfu`kannya, demikian juga dikatakan oleh Adz Dzahabi (1/566).
9 Para berselisih pendapat tentang siapa namanya. Ibnu Hajar berkata: aku kemudian mendapatkan pada
Ibnu Abi Daud yang menghilangkan kesulitan ini, karena ia meriwayatkannya dengan sanad sesuai syarat
Bukhari kepada Tsumamah dari Anas: bahwa Abu Zaiad yang mengumpulkan Al Quran itu, namanya
adalah: Qias bin As Sakan. Ia berkata: Ia adalah seorang lelaki dari kami, dari Bani Adi bin an Najjar, salah
seorang anak pamanku, dan ia meninggalkan tanpa mempunyai keturunan, kemudian kami mewariskannya.
Selesai. Ia adalah salah seorang anggota Bai`at Aqabah dan pahlawan perang Badar. Lihat: Al Itqaan
(2/203).
“Pelajarilah Al Quran dari empat orang: dari Abdullah bin Mas`ud, Salim (maula Abi
Huzaifah), Mu`adz, dan Ubay bin Ka`b.” Dua yang pertama adalah dari kalangan
muhajirin.
Hadits yang mengakui keutamaan empat orang dari kalangan Anshar itu tidak
menafikan keberadaan yang lainnya yang hapal Al Quran pada saat itu. Banyak sahabat
yang menghapal Al Quran seperti hapalan empat orang itu, atau lebih bagus. Dalam
riwayat yang sahih: dalam perang Bi`ru Ma`unah yang terbunuh dalam kejadian itu dari
kalangan sahabat adalah mereka yang dikenal dengan Al Qurra (para penghapal Al
Quran) dan bilangan mereka adalah: tujuh puluh orang.
Al Qurthubi memberikan komentar atas perkataan Anas tadi: pada saat perang
Yamamah (Perang melawan gerakan murtad) ada tujuh puluh qurra yang syahid, dan
pada masa Nabi Saw di Bi`ru Ma`unah sejumlah yang sama juga mendapatkan mati
syahid. Anas menyebutkan hanya empat orang itu adalah karena ia amat dekat dengan
keempatnya, atau pada saat itu yang ia ingat adalah empat orang itu.
SementaAl Hafzih Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa yang dimaksud oleh Anas itu
adalah dari kalangan Khazraj, tidak termasuk suku Aus. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir darinya ia berkata: Dua suku Aus dan Khazraj berbangga-bangga, Aus berkata: Di
antara kami ada yang membuat Arsy bergetar, yaitu Sa`d bin Mu`adz, ada yang
persaksiannya dihitung dua persaksian laki-laki, yaitu Khuzaimah bin Tsabit, dan yang
dimandikan oleh Malaikat, yaitu Hanthalah bin Abi Amir, dan orang yang dijaga oleh
sekawanan lebah, yaitu Ashim bin Abi Tsabit. Sementara suku Khajraz berkata: dari
kami ada empat orang yang menghapal Al Quran dengan baik, tidak seperti orang lain
……dan ia menyebutkan namanya10.
Al Hafizh as Suyuthi menyebutkan wanita yang menghapal Al Quran, yang
menurutnya tidak ada orang lain yang menyebutnya, yaitu Ummu Waraqah binti Abdillah
bin Al Harits. Dan Rasulullah SAW pernah menziarahinya, dan menamakannya dengan
syahidah, Nabi Muhammad Saw memerintahkannya untuk mengimami keluarganya
dalam shalat. Pada masa kekhalifahan Umar wanita itu terbunuh oleh hambanya. Umar
berkomentar: Benarlah Rasulullah SAW, beliau pernah bersabda:
“Mari kita berangkat menziarahi wanita syahidah“!.
Ibnu Hajar berkata: yang tampak dari banyak hadits: bahwa Abu Bakar telah
menghapal Al Quran pada masa Rasulullah SAW. Dalam hadits sahih diriwayatkan ia
membangun masjid di depan rumahnya, dan membaca Al Quran di sana, dan ia ditandu
saat sakit menimpanya. Ia berkata: ini tidak diragukan lagi, karena kesungguhan Abu
Bakar untuk menerima Al Quran langsung dari Nabi Saw, ditambah keseriusan hatinya
untuk menerima Al Quran. Keduanya berada bersama di Mekkah, dan pergaulan
keduanya amat lengket, sehingga Aisyah r.a. berkata: adalah Rasulullah SAW
mendatangi mereka setiap pagi dan petang. Dalam hadits sahih Rasulullah SAW
bersabda:
“Yang menjadi imam suatu kaum adalah orang yang paling pandai tentang Kitab Allah
“11. Dan Rasulullah SAW mengedepankan Abu Bakar r.a. untuk menjadi imam shalat
kalangan muhajirin dan Anshar. Ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang
10 Lihat kitab Al Itqaan karya as Suyuthi juz 1/199-201, tahqiq Muhammad Abu al Fadhl Ibraahim.
11 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim serta para pemilik Sunan dari Abi Mas`ud. Sahih Jami
Ash Shagir (8011).
paling menguasai dan menghapal Al Quran dibandingkan yang lain. As Suyuthi berkata:
Pendapat ini telah dikemukakan oleh Ibnu Katsir sebelumnya12.
Ia berkata: Ibnu Abi Daud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Muhammad bin
Ka`b al Qurazhi ia berkata: pada masa Rasulullah SAW ada lima orang Anshar yang
menghapal Al Quran: yaitu Mu`adz bin Jabal, Ubadah bin Shamit, Ubay bin Ka`b, Abu
Darda dan Abu Ayyub al Anshari. Di sini ia menambahkan bilangan yang telah disebut
oleh Anas, yaitu: Ubadah dan Abu Ayyub.
Abu Ubaid menyebutkan dalam kitab “al Qiraat” para al Qurra dari kalangan
sahabat Rasulullah SAW. Dari kalangan Muhajirin adalah: Khalifah yang empat,
Thalhah, Sa`d, Ibnu Mas`ud, Huzaifah, Salim, Abu Hurairah, Abdullah bin Saib,
Abadilah, Aisyah, Hafshah dan Ummu Salmah. Sedangkan dari Anshar adalah: Ubadah
bin Shamit, Mu`adz yang mempunyai nama panggilan Abu Halimah, Majma` bin Jariah,
Fadhalah bin Ubaid, dan Muslimmah bin Mukhallad. Ia mengatakan bahwa sebagian dari
mereka telah menyempurnakan hapalannya setelah Rasulullah SAW wafat.
As Suyuthi berkata: Ibnu Abu Daud memasukkan juga: Tamim Ad Dari dan Uqbah
bin `Amir. Ia berkata: Di antara orang yang menghapal juga adalah: Abu Musa al
Asy`ari, seperti disebut oleh abu Amru ad Dani13.
Tentunya pada masa sahabat, jumlah penghapal Al Quran tidak sebanyak pada
masa kita sekarang ini, karena mereka mempelajari Al Quran; ilmu dan amalnya
sekaligus.
Oleh karena itu Umar berkata: Jika seseorang telah mempelajari surah Al Baqarah
dan Ali Imran maka ia telah tampak terhormat di mata kami! Artinya ia menjadi orang
yang mempunyai kehormatan dan kedudukan di mata kami.
Saat Umar mengkhatamkan surah Al Baqarah, ia menyembelih unta sebagai
ucapan syukur kepada Allah SWT atas nikmat itu. Dan kami sendiri, saat masih kecil,
jika telah menghatamkan surah Al Baqarah kami membuat acara, dan kami namakan itu
sebagai: Al Khatmaah ash Shughra (khataman kecil). Sedangkan Al Khatmah al Kubra
(khataman besar) adalah dengan menyempurnakan menghapal Al Quran seluruhnya.
Ini tidak aneh, karena Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah SAW:
“Jangan jadikan rumah-rumah kalian menjadi kuburan, karena rumah yang tidak
dibacakan surah Al Baqarah di dalamnya, tidak dimasuki oleh syaitan “14.
Dari Abi Umamah al Bahili: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Bacalah surah Al Baqarah, karena membacanya membawa berkah, dan
meninggalkannya adalah kerugian, dan orang yang membacanya tidak dapat disihir (teluh
atau santet)” 15. Artinya: para penyihir, tidak dapat mencapai sasarannya.
Ibnu Mas`ud berkata: “Al Quran ini adalah hidangan Allah SWT, maka
barangsiapa yang dapat mempelajari sesuatu dari Al Quran hendaknya ia
mempelajarinya. Karena rumah yang paling kosong dari kebaikan adalah rumah yang di
12 Al Itqaan (1/201).
13 Ibid (1/202-203).
14 Hadits diriwayatkan dengan lafazh ini oleh At Tirmizi dalam Tsawab al Baqarah (2780). Ia berkata:
hadits ini hasan sahih. Dan Muslim meriwayatkan dengan lafazh:
ِةَرَقَبْلا َةَرْوُس ِهْيِف ُأ َ.ْقُت يِذ.لا ِتْيَبْلا َنِم ُرِفْنَي َناَ.ْي.شلا .نِإ
“Syaitan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surah Al Baqarah “. Hadits (780).
15 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin, bab Fadhlu al Quran wa Surah al Baqarah,
dengan nomor 804.
dalamnya tidak ada sedikitpun kitab Allah SWT. Rumah yang tidak ada sesuatupun di
dalamnya dari kitab Allah, adalah seperti rumah kosong yang tidak berpenghuni. Dan
syaitan akan keluar dari rumah yang di dalamnya dibaca surah Al Baqarah16.
Ibnu Masu`d berkata pula: “ Segala sesuatu mempunyai puncak, dan puncak Al
Quran adalah: Surah al Baqarah”17.
2. Etika para Penghapal Al Quran.
Para penghapal Al Quran mempunyai etika-etika yang harus diperhatikannya.
Dan mereka mempunyai tugas yagn harus dijalankan, sehingga mereka benar-benar
menjadi “keluarga Al Quran”, seperti sabda Rasulullah SAW tentang mereka:
“Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. Beliau ditanya: siapa mereka wahai
Rasulullah? Beliau bersabda: Ahli Al Quran, mereka adalah keluarga Allah Saw dan
orang-orang dekat-Nya “18.
Selalu Bersama Al Quran.
Di antara etika itu adalah: selalu bersama Al Quran, sehingga Al Quran tidak
hilang dari ingatannya. Yaitu dengan terus membacanya dari hapalannya, atau dengan
membaca mushaf, atau juga dengan mendengarkan pembaca yang bagus, dari radio atau
16 Al Haitsami berkata dalam kitab Majma` Az Zawaid: Hadits diriwayatkan oleh Ath Thabrani dengan
beberapa sanad, dan para periwayat jalan ini adalah sahih (7/164). Catatan penerjemah: Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Umamah Al Bahili (1337), Ahmad dalam Musnadnya dengan
beberapa sanad, dan ad Darimi (3257).
17 Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Fadhail al Quran, dan ia menilai sahih isnadnya (1/561), serta
disetujui oleh Adz Dzahabi. Ia meriwayatkannya secara marfu. Catatan penerjemah: sementara At Tirmizi
dalam Fhadhail al Quran dari Abi Hurairah (2803), Ahmad dalam Musnadnya dari Abi Ma`qil bin Yasar
(19415) dan Darimi dalam sunannya dari Abdullah (3243), meriwayatkannya secara muttashil.
18 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan An Nasai dalam “ Al Kubra” serta Ibnu Majah (215), al Hakim
(1/556. Lihat: Sahih al Jami` ash Shagir (2165).
kaset rekaman para qari yang terkenal. Berkat ni`mat Allah SWT, di beberapa negara
Islam terdapat siaran Al Quran al Karim, yang memberikan perhatian pada pembacaan Al
Quran, tajwidnya serta tafsirnya.
Dari Ibnu Umar r.a.: bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Perumpamaan orang yang hapal Al Quran adalah seperti pemilik unta yang terikat, jika
ia terus menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia lepaskan maka ia akan
segera hilang.” Hadits diriwayaktan oleh Bukhari dan Muslim. Dan Muslim menambah
dalam riwayatnya:
“Jika ia menjaganya, dan membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus
mengingatnya, sedangkan jika tidak, maka ia akan melupakannya”19.
Makna “al mu`aqqalah” adalah: terikat dengan tambang, yaitu tambang yang
dipegang karena takut terlepas. Dan pluralnya adalah `uqul.
Dari Abdullah bin Mas`ud r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Amat buruk orang yang berkata: “Aku telah melupakan hapalan ayat ini dan ayat itu,
namun sebenarnya ia dilupakan. Terus ulang-ulanglah hapalan Al Quran, karena ia lebih
cepat pergi dari dada manusia, dari perginya unta dari ikatannya”20.
Makna kata “nussia“ adalah: Allah SWT yang membuatnya lupa, sebagai
hukuman terhadap kesalahan yang ia lakukan.
Dari Abi Musa al Asy`ari r.a. dari Nabi Saw bersabda:
“ Teruslah jaga hapalan Al Quran, karena Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam
genggaman-Nya, ia lebih cepat lepas dari lepasnya unta dari ikatannya.” Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim, dan riwayat Bukhari dengan kata “asyaddu tafashshian” 21.
Penghapal Al Quran harus menjadikan Al Quran sebagai temannya dalam
kesendiriannya, serta penghiburnya dalam kegelisahannya, sehingga ia tidak berkurang
dari hapalannya. Qasim bin Abdurrahman berkata: Aku bertanya kepada sebagian kaum
sufi: tidak ada seorangpun yang menjadi teman kesepianmu di sini? Ia mengulurkan
tangannya ke mushaf, dan meletakkannya di atas batu dan berkata: inilah temah
kesepianku!
As Suyuthi berbicara tentang hukum melupakan Al Quran, ia berkata: melupakan
hapalan Al Quran adalah dosa besar, seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab “Ar
Raudhah” dan ulama lainnya. Dengan dalil hadits Abi Daud:
“Dosa-dosa umatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar
dari dosa seseorang yang diberi ni`mat hapal Al Quran atau suatu ayat, kemudian ia
melupakannya”22. Dan ia meriwayatkan pula hadits:
“Siapa yang membaca (hapal) Al Quran namun kemudian melupakannya, maka ia akan
bertemu Allah SWT pada hari kiamat dalam keadaan terserang penyakit sopak”23.
Demikian pula hadits Ibnu Mas`ud dan Abi Musa sebelumnya.
Sedangkan hadits Abi Daud yang pertama, diriwayatkan oleh Tirmizi, dan ia
berkata: hadits itu gharib (atau dha`if). Dan ketika Imam Bukhari ditunjukkan hadits itu,
19 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjan (452). Juga Al Muntaqa min at Targhib wa at Tarhib, dan hadits (794).
20 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjaan (453), juga al Muntaqa. Hadits (795).
21 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjan (454).
22 Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud (461).
23 Hadits diriwayatkan oleh oleh Abu Daud dalam Ash Shalat (1744), dengan lafazh yang sama: bab At
Tasydid fi man Hafazha al Quran tsumma nasiahu.
ia tidak mengetahuinya dan melihatnya hadits yang gharib24. Sedangkan hadits kedua
dikomentari oleh Al Munziri: dalam sanadnya adalah Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat
dijadikan hujjah, dan ia juga munqathi`25.
Jika hadits-hadits yang dijadikan landasan orang yang mengatakan bahwa
melupakan Al Quran adalah dosa besar, telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa
adalah celaan terhadap tindakan melupakan Al Quran itu. Karena sang penghapal itu
jarang mengulangnya, namun tidak sampai kepada keharaman, apalagi menjadi dosa
besar.
Namun yang paling kuat adalah, ia merupakan perkara yang makruh dengan
sangat. Dan tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki perbendaharaan hapalan Al
Quran yang amat berharga ini menyia-nyiakannya, hingga hilang darinya.
Yang membuat kami mengatakan hal ini adalah: kami takut (ancaman dosa besar)
ini membuat orang enggan menghapal Al Quran, karena ia mempunyai kemungkinan
melupakan hapalannya itu, dan akibatnya ia mendapatkan dosa besar, sementara jika ia
tidak menghapalnya sama sekali, ia tidak terancam mendapatkan dosa sedikitpun.
Berakhlaq dengan Akhlaq Al Quran.
Orang yang menghapal Al Quran hendaklah berakhlak dengan akhlak Al Quran.
Seperti Nabi Muhammad Saw. Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah
SAW, ia menjawab:
“Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran”26.
Penghapal Al Quran harus menjadi kaca yang padanya orang dapat melihat
aqidah Al Quran, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya, dan agar ia membaca Al
Quran dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilakunya, bukannya ia membaca Al Quran
namun ayat-ayat Al Quran melaknatnya.
Dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang membaca (menghapal) Al Quran, berarti ia telah memasukkan kenabian
dalam dirinya, hanya saja Al Quran tidak diwahyukan langsung kepadanya. Tidak
sepantasnya seorang penghapal Al Quran ikut maraj bersama orang yang marah, dan ikut
bodoh bersama orang yang bodoh, sementara dalam dirinya ada hapalan Al Quran “27.
Makna kata “yajidu” adalah dari al wajd atau al wijdan, yang berarti: amat marah
atau amat sedih. Dengan pengertian ia dikuasai oleh perasaannya, dan hal itu
mempengaruhi perilakunya.
Ibnu Mas`ud r.a. berkata: penghapal Al Quran harus dikenal dengan malamnya
saat manusia tidur, dan dengan siangnya saat manusia sedang tertawa, dengan diamnya
saat manusia berbicara, dan dengan khusyu`nya saat manusia gelisah. Penghapal Al
24 At Tirmizi mengutip dari Al Bukhari: bahwa Al Muthallib bin Abdullah bin Hanthab –perawi hadits—
tidak mendengar langsung dari seorang sahabatpun. Dan seterusnya. Lihat: hadits non (2917), dalam
Tirmizi, dan hadits no. (461) dalam Abi Daud. Ibnu Jauzi menyebutnya dalam Al `Ilal al Mutanahiah,
dengan no. (158). Dikutip dari Ad Daruquthni: bahwa hadits itu tidak tsabit (tidak kuat) karena Ibnu Juraij
tidak mendengar sesuatupun dari Al Muthallib (juz 1/109). Al Munziri juga mengatakan bahwa dalam
sanadnya ada Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Ruwad, yang dinilai kuat oleh Yahya bin Ma`in serta
diperselisihkan oleh banyak orang. Mukhtashar as Sunan. Hadits 433 (1/259).
25 Mukhtashar as Sunan. Hadits 1422 (juz 2/139).
26 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin (746).
27 Hadits diriwayatkan oleh al Hakim dan ia menilai sahih sanadnya, dan itu disetujui oleh Adz Dzahabi
(1/552).
Quran harus tenang dan lembut, tidak keras, tidak sombong, tidak bersuara kasar atau
berisik dan tidak cepat marah.
Ibnu Mas`ud r.a. seakan sedang berbicara kepada dirinya sendir, karena ia adalah
salah seorang imam penghapal Al Quran, dan ia menjadi orang yang betul-betul sesuai
dengan prediket penghapal Al Quran.
Ibnu Mas`ud juga mengecam orang-orang yang: Al Quran diturunkan kepada
mereka agar mereka mengamalkan isinya, namun ia hanya menjadikan kegiatan
mempelajari Al Quran itu sebagai amalnya! Salah seorang dari mereka dapat membaca
Al Quran dari awal hingga akhirnya tanpa salah satu huruf-pun, namun ia tidak
mengamalkan apa yang terdapat dalam Al Quran itu!
Seorang zahid yang terkenal; Fudhail bin `Iyadh, berkata: pembawa (penghapal)
Al Quran adalah pembawa bendera Islam, maka ia tidak boleh bermain-main bersama
orang-orang yang senang bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri dan tidak
bercanda bersama orang yang bercanda, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak Al
Quran.
Ia berkata: seorang penghapal Al Quran harus tidak butuh kepada orang lain,
tidak kepada para khalifah, dan tidak pula kepada orang yang lebih rendah
kedudukannya. Sebaliknya, ia harus menjadi tumpuan kebutuhan orang.
Sebagian salaf berkata: “ada seorang hamba yang saat memulai membaca satu
surah Al Quran, maka malaikat akan terus berdoa baginya hingga ia selesai membacanya.
Dan ada orang yang membaca satu surah Al Quran, namun malaikat terus melaknatnya
hingga ia selesai membacanya”. Seseorang bertanya kepadanya: “mengapa bisa terjadi
seperti itu?”. ia menjawab: “Jika ia menghalalkan apa yang dihalalkan Al Quran dan
mengharamkan apa yang diharamkan Al Quran maka malaikat akan berdoa baginya,
namun jika sebaliknya maka malaikat akan melaknatnya!”.
Sebagian ulama berkata: ada seseorang yang membaca Al Quran dan ia sedang
melaknat dirinya sendiri, dengan tanpa sadar. Ia membaca: “ala la`natullah `ala azh
zhaalimiin” (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim), sementara
ia adalah orang yang zalim! dan membaca “ ala la`natullah ala al mukdzibiin”
(sesunguhnya laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta), sementara ia termasuk
golongan yang mendustakan itu!
Inilah makna perkata Anas bin Malik r.a.: Ada orang yang membaca Al Quran,
dan Al Quran itu melaknatnya!
Al Hasan berkata: Kalian menjadikan membaca Al Quran sebagai stasion-stasion,
dan menjadikan malam sebagai unta (kendaraan), yang kalian kendarai, dan dengannya
kalian melewati stasion-stasion itu. sementara orang-orang sebelum kalian jika melihat
risalah-risalah dari Rabb mereka, maka mereka segera mentadabburinya pada malam
hari, dan melaksanakan isinya pada siang hari!
Maisarah berkata: Yang aneh adalah Al Quran yang terdapat dalam diri orang
yang senang melakukan perbuatan dosa!
Keanehan itu terjadi karena Al Quran berada di satu lembah, sementara akhlak
penghapal Al Quran itu dan perilakunya berada di lembah lain!
Abu Sulaiman Ad Daarani berkata: Neraka Zabbaniah lebih cepat dimasuki oleh
penghapal Al Quran –yang melakukan maksiat kepada Allah SWT—dibandingkan
penyembah berhala, saat mereka melakukan maksiat kepada Allah SWT setelah
membaca Al Quran!
Sebagian ulama berkata: Jika serang anak Adam membaca Al Quran kemudian ia
berlaku buruk, setelah itu ia kembali membaca Al Quran, Dia berkata kepada orang itu:
“Apa hakmu membaca firman-Ku, sementara engkau berpaling dari-Ku?!”.
Ibnu Rimah berkata: Aku menyesal telah menghapal Al Quran, karena aku
mendengar bahwa orang-orang yang menghapal Al Quran akan ditanyakan dengan
pertanyaan-pertanyaan sama yang diajukan kepada para Nabi pada hari kiamat!28.
Tidakaneh jika para penghapal Al Quran dari kalangan sahabat adalah mereka
yang berada di barisan pertama saat shalat di Masjid, yang berada di garis terdepan saat
jihad, dan orang yang pertama melakukan kebaikan di tengah masyarakat.
Dalam sebagian peperangan perluasan wilayah Islam, ada orang yang berteriak:
wahai para penghapal surah Al Baqarah, hari ini sihir tidak telah lenyap! Seperti terjadi
pada perang Yamamah yang terkenal dan dalam perang melawan kelompok murtad.
Huzaifah berkata pada hari yang menegangkan itu: wahai para penghapal Al
Quran, hiasilah Al Quran dengan amal perbuatan kalian.
Pada hari Yamamah (peperangan melawan gerakan riddah) Salim maula Abi
Huzaifah, saat ia membawa bendera pasukan Islam, ditanya oleh kaum Muhajirin:
“Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu?” Ia menjawab: “Sepaling
jelek penghapal adalah aku, jika aku sampai berjalan di belakang kalian dalam perang
ini!”29.
Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah
besar penghapal Al Quran mendapatkan mati syahid, karena mereka selalu berada di
barisan terdepan. Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang.
Inilah yang mendorong dilakukannya pembukuan Al Quran, karena ditakutkan para
penghapal Al Quran habis dalam medan jihad.
Cara menghapal mereka membantu mereka untuk melaksanakan isi Al Quran itu.
Perhatian mereka tidak hanya untuk menghapal kalimat-kalimat dalam Al Quran itu saja.
Namun yang mereka perhatikan adalah memahami makna dan mengikutinya, baik dalam
bagian perintah maupun larangan.
Imam Abu Amru Ad Dani menulis dalam kitabnya “Al Bayan” dengan sanadnya
dari Utsman dan Ibnu Mas`ud serta Ubay r.a.: Rasulullah SAW membacakan kepada
mereka sepuluh ayat, dan mereka tidak meninggalkan ayat itu untuk menghapal sepuluh
ayat selanjutnya, hingga mereka telah belajar untuk menjalankan apa yang yang terdapat
dalam sepuluh ayat itu. Mereka berkata: kami mempelajari Al Quran dan beramal
dengannya sekaligus.
Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Mushannafnya dari Abdurrahman As Sulami,
ia berkata: Kami, jika mempelajari sepuluh ayat Al Quran, tidak akan mempelajari
sepuluh ayat selanjutnya, hingga kami mengetahui halal dan haramnya, serta perintah dan
larangannya (terlebih dahulu)30.
28 Atsar ini disebut oleh Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
29 Lihat Al Bidayah wa Nihayah, karyat Ibnu Katsir juz 6/324. Cet. Beirut.
30 Lihat: Al Mushannaf-al Atsar (6027) ia terdapat dalam Musnad Ahmad dai As Sulami: kami diceritakan
oleh orang yang meriwayatkan hadits kepada kami dari kalangan sahabat Rasulullah Saw: bahwa mereka
mengambil dari Rasulullah Saw sepuluh ayat Al Quran, dan tidak mengambil sepuluh ayat yang lain,
hingga mengetahui ilmu dan amal yang terkandung dalam sepuluh ayat itu. ia berkata: maka Rasulullah
Saw mengajarkan kami ilmu dan amal sekaligus. Al Haitsami berkata: di dalam riwayat itu ada Atha bin
Saib, ia hapalannya telah bercampur dan kacau (1:65).
Dalam kitab Muwath-tha Malik ia mengatakan: disampaikan kepadanya bahwa
Abdullah bin Umar mempelajari surah Al Baqarah selama delapan tahun.
Hal itu terjadi karena ia mempelajarinya untuk kemudian mengamalkan
kandungannya, ia memerintahkan dengan perintahnya, dan melarang dari laranganlarangannya,
dan berhenti pada batas-batas yang diberikan oleh Allah SWT .
Oleh karena itu Ibnu Mas`ud berkata: Kami merasa kesulitan menghapal Al
Quran, namun kami mudah menjalankan isinya. Sedangkan orang setelah kami
merasakan mudah menghapal kalimat-kalimat Al Quran, namun mereka kesulitan untuk
menjalankan isinya.
Dari Ibnu Umar ia berkata: Orang yang mulia dari sahabat Rasulullah SAW dari
generasi pertama umat ini, hanya menghapal satu surah dan sejenisnya, namun mereka
diberikan rezki untuk beramal sesuai dengan Al Quran. Sementara generasi akhir dari
umat ini, mereka membaca Al Quran, dari anak kecil hingga orang buta, namun mereka
tidak diberikan rezki untuk mengamalkan isinya!
Mu`adz bin Jabal berkata: “Pelajarilah apa yang kalian hendaki untuk diketahui,
namun Allah SWT tidak akan memberikan pahala kepada kalian hingga kalian
beramal!”31.
Ikhlash dalam Mempelajari Al Quran.
Para pengkaji dan penghapal Al Quran harus mengikhlaskan niatnya, dan mencari
keridhaan Allah SWT semata, dan semata untuk Allah SWT ia mempelajari dan
mengajarkan Al Quran itu, tidak untuk bersikap ria (pamer) di hadapan manusia, juga
tidak untuk mencari dunia. Imam Al Qurthubi menulis dalam pembukaan tafsirnya “ Bab
Tahzir Ahli Al Quran wa al Ilmi min Ar Riya wa Ghairihi” ia berkata:
Allah SWT berfirman:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An
Nisaa: 36). Dan Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya.” (Al Kahfi: 110)
Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang pertama kali disidangkan pada hari Kiamat ada seorang yang dinilai mati
syahid. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang
telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa
yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Aku
berperang membela-Mu hingga aku mati syahid. Allah SWT mengomentari: “engkau
berdusta, karena engkau berperang hanya untuk dikatakan sebagai si pemberani, dan itu
sudah dikatakan orang”. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan
muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Kemudian seseorang yang
telah mempelajari Al Quran, mengajarkannya dan membaca Al Quran. Orang itu
dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan
kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau
lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? ia menjawab: Aku mempelajari
31 Seluruh atsar ini disebutkan oleh Al Qurthubi dalam muqaddimah tafsirnya (1/34-35).
Al Quran, dan mengajarkannya kepada manusia, dan aku membaca Al Quran demi-Mu.
Allah SWT mengomentari jawabannya itu: “Engkau berdusta, karena engkau
mempelajari Al Quran agar dikatakan orang sebagai orang alim, dan engkau membaca Al
Quran agar manusia mengatakan: dia seorang qari. Dan itu sudah dikatakan orang. Maka
vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia
dilemparkan ke neraka. Selanjutnya seseorang yang Allah SWT berikan keluasan harta,
dan kepadanya diberikan seluruh macam kekayaan. Orang itu dihadirkan, kemudian
kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia
mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa
syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Setiap aku mendapati jalan dan usaha
kebaikan yang Engkau senangi agar aku nafkahkan hartaku untuknya, aku segera
menginfakkan hartaku demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawabannya itu: “Engkau
berdusta, karena engkau melakukan itu semua agar dikatakan sebagai seorang dermawan,
dan itu telah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret
dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka”32. At Tirmizi
meriwayatkan hadits ini: kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku dan bersabda:
“Wahai Abu Hurairah, tiga orang itu adalah makhluk Allah SWT yang pertama yang
dibakar oleh api neraka pda hari kiamat.” Ibnu Abdil Barr berkata: hadits iadalah bagi
orang yang berniat dengan ilmu dan amalnya bukan karena Allah SWT.
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda:
“Siapa yang mencari ilmu bukan karena Allah –atau ia bertujuan bukan untuk Allah—
maka bersiap-siaplah ia menempati tempatnya di neraka” 33.
Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda:
“Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya semata untuk Allah, namun ia
mencarinya untuk mendapatkan dunia, maka ia tidak dapat mencium bau surga pada hari
Kiamat” 34. Artinya: baunya. Tirmizi berkata: hadits ini hasan.
Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda:
“Berlindunglah kalian kepada Allah SWT dari Jubb al Huzn”. Mereka bertnya: Apa itu
Jubb al Huzn wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ia adalah sebuah lembah di dalam
neraka, yang neraka sendiri memoh perlindungan kepada Allah SWT darinya seratus kali
setiap hari”. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Saw, siapa yang memasuki lembah
itu? beliau menjawab: “Para pembaca (penghapal Al Quran) yang memamerkan amalamal
mereka” 35. Ia berkata: hadits ini gharib.
32 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Al Imarah (1905) dan Tirmizi dalam Az Zuhd (2382), ia
berkata: hadits ini hasan gharib. Catatan penerjemah: hadits ini juga diriwayatkan oleh An Nasai dalam
kitab Al Jihad (3086), dan Ahmad dalam musnadnya (7928).
33 Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam muqaddimah sunannya (258), Tirmizi dalam al Ilmu (2657).
Dan ia berkata: hadits ini hasan gharib, keduanya dari Ibnu Umar.
34 Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al Ilmu (3664), Ibnu Majah dalam muqaddimah sunannya
(252). Aku tidak temukan dalam Tirmizi, meskipun al Munziri juga menisbahkannya kepada Tirmizi dalam
kitab Mukhtashar Sunan.
35 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dalam Az Zuhd (2384). Ia berkata tentang hadits ini: hasan gharib, dan
oleh Ibnu Majah dalam al Muqaddimah (256).
Para penghapal Al Quran dan penuntut ilmu harus bertakwa kepada Allah SWT
dalam dirinya, dan mengikhlaskan amalnya kepada-Nya. Sedangkan perbuatan dan niat
buruk yang pernah terjadi sebelumnya, maka hendaknya ia segera bertaubat dan kembali
kepada Allah SWT, untuk kemudian memulai dengan keikhlasan dalam menuntut ilmu
dan beramal.
`Alqamah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata: apa yang akan
kalian lakukan jika kalian mendapatkan fitnah yang membuat anak kecil menjadi segera
menjadi dewasa dan membuat orang tua menjadi tua renta, dan itu dijadikan “sunnah”
(tradisi) yang diikuti oleh manusia, jika hal itu ia merubah sedikit saja hal itu, maka ada
yang segera mengatakan: Apakah engkau mau merubah sunnah?! Seseorang bertanya:
kapan itu terjadi wahai Aba Abdirrahman? Ia menjawab: hal itu terjadi jika para qurra
(pembaca dan penghapal Al Quran) kalian banyak, namun sedikit ulama sejati kalian,
para pemimpin kalian banyak, namun sedikit mereka yang jujur dan amanah, engkau
mencari dunia dengan amal akhirat, dan mempelajari agama bukan untuk tujuan agama36.
Sufyan bin `Uyaynah berkata: Kami mendapat berita bahwa Ibnu Abbas berkata:
kalau para penghapal Al Quran mengambilnya dengan haknya dan apa yang seharusnya,
niscaya mereka akan dicintai oleh Allah SWT. Namun mereka mencari dunia dengan Al
Quran itu, sehingga Allah SWT marah terhadap mereka, dan merekapun menjadi hina di
hadapan manusia.
Diriwayatkan dari Abu Ja`far bin Ali dalam firman Allah SWT:
“Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama
orang-orang yang sesat.” ( Asy Syu`araa: 94), ia berkata: mereka adalah kaum yang
menceritakan kebenaran dan keadilan dengan lidah mereka, namun mereka justru
melakukan yang sebaliknya!.
3. Kewajiban-kewajiban Intelektual dan Keimanan bagi Penghapal Al Quran.
Al Qurthubi berkata dalam “Bab tentang Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh
Penghapal Al Quran bagi Dirinya, dan Tidak Melalaikannya”.
Yang pertama adalah: agar ikhlas dalam menuntut ilmu seperti telah kami katakan
sebelumnya, dan agar membaca Al Quran pada malam dan siang hari, dalam shalat dan di
luarnya, hingga ia tidak melupakannya.
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang hapal Al Quran adalah seperti pemilik unta yang diikat, jika ia
memperhatikan dan menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia biarkan
maka ia seger pergi 96, dan jika seorang penghapal Al Quran membacanya pada malam
dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, dan jika tidak maka ia segera
melupakannya “.
Dan ia harus memuji Allah SWT, mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, berdzikir
kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya, meminta tolong kepada-Nya, bertujuan untuk-
36 Al Munziri berkata dalam At Targhiib: diriwayatkan oleh Abdurrazaq secara mauquf.
Nya, meminta penjagaan kepada-Nya dan mengingat kematian serta mempersiapkan diri
untuk menghadapi kematian itu.
Ia harus mengkhawatirkan dosanya, meminta ampunan kepada Rabb-nya, dan
hendaknya perasaan takut dalam keadaan sehat lebih ia rasakan, karena ia tidak tahu
kapan akan menemui ajalnya, dan harapan kepada Rabb-nya saat ia menemui ajal
hendaknya lebih kuat dalam dirinya, dan berperasangka baik kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak mati seseorang dari kalian, kecuali ia berperasangka baik kepada Allah SWT”37.
Maksudnya, prasangka bahwa Dia akan mengasihinya serta memberikan ampunan
kepadanya.
Hendaknya ia mengetahui penguasa pada masanya, menjaga diri dari
kekuasaannya, berusaha untuk menjauhkan dirinya dari penguasa itu, dan menjaga
kelurusan hidupnya, serta menjauhkan dirinya sedapat mungkin dari godaan dunianya,
dan ia berusaha keras dalam hal itu sekuat tenaga.
Dan hendaknya perkaranya yang paling penting adalah wara` dalam agamanya,
bertaqwa kepada Allah SWT, dan memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT.
Ibnu Mas`ud berkata: pembaca Al Quran hendaknya mengetahui malamnya saat
manusia tidur, dan siangnya saat manusia bangun, dengan tangisnya saat manusia
tertawa, dengan diamnya saat manusia ribut, dengan kekhusyu`annya saat manusia
gelisah, serta dengan kesedihannya saat manusa gembira ria.
Abdullah bin Amru berkata: tidak seharusnya seorang penghapal Al Quran ikut
larut bersama orang lain saat mereka tenggelam dalam dunia, tidak turut bodoh bersama
orang bodoh, namun ia memberi maaf bagi orang lain, dan menampilkan dirinya dengan
lembut dan berwibawa.
Ia harus bertawadhu` terhadap para fakir miskin, menjauhkan takabbur dan memuji
diri sendiri, menjauhi dunia dan anak-anak dunia jika ia takut terhadap fitnah,
meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, serta bersikap lembut dan berakhlak mulia.
Ia harus menjadi orang yang tidak menimbulkan kejahatan, kebaikannya
diharapkan, tidak membuat kerusakan, tidak memperdulikan orang yang mengadu
dombanya, bersahabat dengan orang yang membantunya dalam melakukan kebaikan,
yang menunjukkannya kepada kejujuran dan akhlak yang mulia, serta yang menghiasi
dirinya bukan mengotorinya.
Hendaknya ia mempelajari hukum-hukum Al Quran dan meminta pemahaman
dari Allah SWT akan keinginan-Nya dan kewajiban yang harus ia jalankan, sehingga ia
dapat mengambil manfaat dari apa yang ia baca, mengerjakan apa yang baca, karena
bagaimana mungkin ia mengamalkan sesuatu yang ia tidak pahami? Dan alangkah
buruknya orang yang ditanyakan tentang apa yang ia baca namun ia tidak tahu. Jika
demikian maka ia seperti kuda yang membawa kitab-kitab besar (namun tidak memahami
sedikitpun isi kitab-kitab itu)!
Ia harus mengetahui bagian Al Quran Makiah dan Madaniah, sehingga ia
mengetahui mana yang ditujukan kepada manusia pada awal Islam, dan mana yang
diturunkan pada akhir masa kenabian, apa yang diwajibkan oleh Allah SWT pada awal
Islam, dan apa yang ditambah kemudian dari kewajiban-kewajiban itu pada masa akhir
kenabian. Bagian Madaniah adalah pengganti bagian Makiah, dan bagian Makiah tidak
37 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al Jannah wa Shifaatu Na`imiha (2877).
mungkin menjadi pengganti bagian Madaniah. Karena yang terhapus (tergantikan) dari
ayat-ayat itu adalah apa yang diturunkan sebelum ayat pengganti (nasikh).
Al Qurthubi berkata: jika point-point tadi telah dikuasai oleh penghapal Al Quran,
maka ia menjadi oryang ahli Al Quran, dan ia menjadi orang yang dekat Allah SWT. Ia
tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang kami sebutkan sebelumnya
hingga ia mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT semata, baik saat ia menuntut ilmu
maupun setelahnya. Seorang penuntut ilmu dapat saja memulia pencariannya itu dengan
tujuan untuk kebanggaan dan kemuliaan dunia, hingga akhirnya ia mengetahui kesalahan
niatnya itu, maka ia bertaubat dari hal itu dan mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT,
dan iapun dapat mengambil manfaat darinya dan memperbaiki perilakunya. Al Hasan
berkata: kami sebelumnya menuntut ilmu karena dunia, namun kemudian kami tarik diri
kami ke akhirat. Sufyan Tsauri juga berkata seperti itu. sementara Habib bin Abi Tsabit
berkata: Kami menuntut ilmu tidak disertai niat, kemudian datang niat itu setelahnya38.
Mengajarkan Al Quran
Bukhari meriwayatkan dalam kitab sahihnya dari Utsman r.a. bahwa Nabi
Muhammad Saw bersabda:
“Sepaling baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya”.
Al Quran adalah objek yang paling utama untuk dipelajari dan diajarkan.
Zarkasyi berkata dalam kitabnya “Al Burhan”: “Para ulama sahabat kami
mengatakan: mengajarkan Al Quran adalah fardhu kifayah, demikian juga menghapalnya,
adalah wajib bagi umat Islam. Makna kewajiban itu –seperti dikatakan oleh Al Juwaini—
adalah agar jumlah mata rantai berita mutawatir tidak terputus, dan tidak terjadi
penggantian dan perubahan terhadap Al Quran. Jika sebagian orang mengerjakan
kewajiban itu, maka kewajiban itu terbebas bagi yang lainnya. Jika tidak, maka semua
umat Islam mendapatkan dosa. Jika dalam suatu negeri atau kampung tidak ada yang
membaca Al Quran, maka semua penduduk negeri itu mendapatkan dosa. Jika ada
sekelompok orang yang dapat mengajarkan Al Quran, kemudian ia diminta untuk
mengajar, namun ia menolak, ia tidak berdosa menurut pendapat yang paling sahih.
Seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab At Tibyan. Bentuk masalah ini adalah:
jika sesuatu maslahat tidak hilang dengan penundaan itu maka ia dapat menolak.
Sementara jika hilang, maka ia tidak boleh menolak permintaan itu39.
Namun, apa yang yang dimaksud dengan mempelajari dan mengajarkan Al
Quran?
Yang dimaksud adalah: menghapal kata-kata dan huruf-huruf Al Quran dalam
hati. Ini adalah tugas yang dilakukan oleh katatib (pondok-pondok penghapal Al Quran)
pada masa lalu, dan sebagiannya masih ada hingga saat ini, sementara saat ini tugas itu
dilakukan oleh sekolah tahfizh Al Quran.
Itu dapat masuk dalam pengertian belajar dan mengajarkan Al Quran. Ada
sebagian orang yang berpendapat bahwa inilah yang dimaksud itu, bukan lainnya.
Barangkali inilah rahasia mengapa orang amat memberikan perhatian terhadap
penghapalan Al Quran, memuliakan para penghapalnya, dan menyiapkan hadiah serta
pemberian uang yang banyak bagi para penghapal Al Quran. Sehingga ada sebagian
38 Muqaddimah tafsir al Qurthuby juz 1 hal 14-19, cet. Dar al Kutub al Mishriyyah.
39 Al Burhan juz 1/456
penghapal Al Quran yang mendapatkan hadiah dalam musabaqah yang diselenggarakan
di Qathar sebesar lima puluh ribu rial, di tambah mobil yang lebih mahal dari jumlah itu.
dan pada tahun kedua ia mendapatkan hadiah yang hampir sama dengan itu!
Kecenderungan seperti inilah yang mendorong kami untuk mengkritik dalam
buku-ku “Fi Fiqh al Awlawiyaat”, yaitu ketika saat ini tindakan menghapal Al Quran
lebih dilihat penting dibandingkan dengan usaha untuk memahaminya. Para penghapal
lebih dihormati dan lebih diperhatikan dibandingkan para faqih (ahli agama).
Al Quran mendefinisikan tugas Nabi Saw adalah: “mengajarkan Al Quran dan
Hikmah”, dalam empat ayat Al Quran40. Dan tentunya yang dimaksudkan dengan
“mengajarkan” ini bukan “mengajarkan menghapal”, dengan dalil perintah itu diiringi
dengan tugas membacakan ayat-ayat Al Quran kepada mereka:
“Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” (Ali Imran: 164). Maka mengajar
lebih khusus dari membaca.
Belajar dan mengajar inilah yang diungkapkan oleh sebagian hadits sebagai
“tadaarus”.
Dalam sahih Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda:
“Setiap sekelompok orang berkumpul di suatu rumah Allah, membaca kitab Allah, dan
mentadaruskan Al Quran di antara mereka, maka ketenangan akan diturunkan kepada
mereka, dan mereka akan dipenuhi oleh rahmat Allah, dikelilingi para Malaikat, dan
Allah SWT akan mengingat dan menyebut mereka yang hadir di majlis itu” 41.
Makna tadarus Al Quran adalah: berusaha untuk mengetahui lafazh-lafazh dan
redaksinya, pemahaman dan maknanya, serta ibrah yang dikandungnya, serta hukumhukum
dan etika yang diajarkannya.
“At Tadarus” adalah wazan tafa`ul dari ad dars, maknanya adalah: salah satu
pihak atau beberapa pihak mengajukan pertanyaan, dan pihak lainnya menjawab
pertanyaan itu, pihak ketiga mengkaji lebih lanjut, dan pihak selanjunya berusaha
mengoreksi atau melengkapinya. Inilah yang dimaksud dengan tadarus.
Tadarus inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw bersama utusan wahyu
Jibril a.s. pada bulan Ramadhan setiap tahun. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas s.a.,
saat Jibril turun kepada Rasulullah SAW, dan mentadaruskan Al Quran bersama beliau42.
Mudarasah (pengkajian) Al Quran yang paling baik adalah yang dilakukan oleh
dua pihak utusan Allah SWT yang mulia: utusan Allah SWT dari langit, dan utusan Allah
SWT di bumi!.
Dalam mempelajari Al Quran tidak cukup hanya dengan menghapal barisbarisnya,
dan mengingat ayat-ayatnya, kemudian tidak memahami maknanya, meskipun
tetap mendapatkan pahala dengan sekadar mengingat dan menghapalnya, sesuai dengan
niatnya. Namun seharusnya ia berusaha untuk memahami –semampunya— apa yang
diinginkan oleh Allah SWT darinya, sesuai kadar kemampuan daya tangkapnya:
“Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (Ar Raad: 17).
40 Yaitu Surah al Baqarah: 129, 151. Surah Ali Imran: 164. Dan surah Al Jumu`ah: 2.
41 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Adz Dzikr (2699).
42 Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas.
Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh `Uqbah bin Amir r.a., ia
berkata: Rasulullah SAW keluar kepada kami saat kami berada di ash shuffah43, dan
bersabda:
“Siapa yang mau pergi pada pagi hari setiap hari ke daerah Buthhan –Atau ke Aqiq—
kemudian mengambil dua unta yang gemuk dari sana, tanpa melakukan dosa atau
membuat putus hubungan silaturahmi”? Kami menjawab: Wahai Rasulullah Saw, kami
semua mau melakukan itu. Beliau bersabda: “Bukankah jika salah seorang kalian pergi
ke mesjid pada pagi hari dan mempelajari –atau membaca— dua ayat dari Kitab Allah
SWT lebih baik baginya dua unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih
baik dari empat unta, dan dari bilangan ayat-ayat itu lebih baik dari sejumlah unta
dengan bilangan yang sama?!” 44.
Bath-han adalah tempat dekat Madinah. Aqiq adalah lembah Madinah. Sementara
Al Kauma adalah unta besar yang gemuk.
Aku kira mempelajari dua tiga atau empat ayat di sini: tidak berarti menghapalkan
huruf-hurufnya saja, namun yang dimaksud adalah mempelajari kandungan ilmu dan
amalnya sekaligus. Oleh karena itu hadits itu mengurangi bilangannya, sehingga dapat
dipahamai dan amalkan dengan lebih mudah.
Inilah cara para sahabat r.a. dalam mempelajari Al Quran. Seperti telah kami
jelaskan sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, ayat yang dipelajari oleh seorang
Muslim akan menjadi cahaya dan bukti baginya pada hari kiamat. Seperti diriwayatkan
oleh Abu Umambahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang mempelajari satu ayat dari Kitab Allah, niscaya ayat itu akan menyambutnya
pada hari Kiamat sambil tertawa di hadapannya” 45.
Tentang Mengambil Upah dalam Mengajarkan Al Quran.
Para ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya mengambil upah dari
mengajarkan Al Quran. Sebagian ulama berpendapat: boleh mengambil upah dari
mengajarkan Al Quran. Karena dalam sahih Bukhari diriwayatkan hadits:
“Yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah mengajar Kitab Allah” 46. Dan
ada yang mengatakan: jika ditentukan jumlahnya, maka tidak boleh. Pendapat ini dipilih
oleh Al Halimi.
Abu Laits berkata dalam kitab “Al Bustan”47:
43 Shuffah adalah sebuah tempat yang berada di beranda masjid, yang dipergunakan sebagai tempat
berdiam para sahabat muhajirin yang fakir miskin. Di antara mereka adalah sahabat Abu Hurairah r.a. Dan
dengan kedekatan tempat mereka, terutama Abu Hurairah, dengan kediaman Rasulullah Saw –yang
bertempat tinggal di samping masjid Nabawi—, ditambah dengan perhatian mereka yang hanya difokuskan
untuk menerima dan mengakumulasi ajaran-ajaran dan sabda-sabda Rasulullah Saw, tanpa diganggu oleh
aktivitas yang lain, Abu Huraiah r.a. menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi.
Dan faktor yang terpenting lainnya adalah do`a Nabi Saw yang dikhusukan bagi Abu Hurairah r.a. agar
dikuatkan hapalannya. penj.
44 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin (803). Catatan penerjemah: hadits ini juag
diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (16767), dan Abu Daud dalam sunannya (1244).
45 Al Haitsami berkata dalam Majma az Zawaaid (7/161): hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, dan
para perawinya tsiqaat.
46 Dalam kitab Ath Thibb, dari hadits Ibnu Abbas.
Mengajar dilakukan dengan tiga bentuk: pertama dengan tujuan untuk beribadah
saja, dan tidak mengambil upah. Kedua: mengajar dengan mengambil upah. Ketiga:
mengajar tanpa syarat, dan jika ia diberikan hadiah ia menerimanya.
Yang pertama: mendapatkan pahala dari Allah SWT, karena itu adalah amal para
Nabi a.s.
Kedua: diperselisihkan. Sebagian ulama mengatakan: tidak boleh, dengan dalil
sabda Rasulullah SAW:
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” 48. Sementara sebagian ulama lain berkata:
boleh. Mereka berkata: yang paling utama bagi seorang pengajar adalah tidak
menentukan bayaran untuk menghapal dan mengajarkan baca tulis, dan jikapun ia
menentukan bayaran itu maka aku harapkan agar tidak dilarang, karena ia
membutuhkannya.
Sedangkan yang ketiga: dibolehkan oleh seluruh ulama. Karena Nabi Saw adalah
pengajar manusia, dan beliau menerima hadiah mereka. Dan dengan dalil tentang
seseorang yang tersengat hewan berbisa, kemudian dibacakan surah Al Fatihah oleh
sebagian sahabat, dan orang itu selanjutnya memberikan hadiah beberapa ekor kambing
atas perbuatan sahabat itu, dan setelah mengetahui itu Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Berikanlah aku bagian dari hadiah itu “49. Selesai50.
Dalam hadits lain Rasulullah SAW membolehkan pengajaran itu dijadikan
sebagai mas kawin bagi seorang wanita. Yaitu saat Nabi Muhammad Saw
memerintahkan sahabat itu untuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan mas kawin bagi
sahabat itu, hingga sebentuk cincin dari besi sekalipun. Kemudian Rasulullah SAW
menanyakan surah apa yang ia bisa. Ia memberitahukan beberapa surah yang ia hapal.
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat itu:
“Pergilah, aku telah sahkan perkawinanmu dengan mas kawin mengajarkan Al Quran
yang engkau hapal” 51. Artinya dengan pengajaran Al Quran yang engkau lakukan
kepada wanita itu.
Ini semua adalah dalam masalah pengajaran Al Quran. Sedangkan membacanya
tidak boleh menarik upah, karena hukum asal dalam membacanya adalah ibadah, dan
dasar bagi seorang yang beribadah adalah agar ia beribadah bagi dirinya, maka
bagaimana mungkin ia kemudian mengambil upah kepada orang lain dari ibadah yang ia
lakukan kepada Rabb-nya, sementara ia mengerjakan itu semata untuk mendapatkan
pahala dari Allah SWT?!
Abdurrahman bin Syibl meriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda:
“Bacalah Al Quran, amalkanlah isinya, jangan kalian menjauh darinya, jangan berlaku
khianat padanya, jangan makan dengannya, dan jangan mencari kekayaan dengannya” 52.
47 Yaitu Bustan al Arifin karya Abi Laits Nashr bin Muhammad As Samarqandi, wafat pada tahun 375 H,
dalam hadits-hadits yang terdapat dalam Etika-etika menurut syari`ah, serta perilaku-perilaku yang terpuji
dan sebagian hukum cabang. (Kasyfu azh Zhunnun 243).
48 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Tirmizi dari Abdullah bin Amru, seperti terdapat dalam
Sahih Jami Shagir dan tambahannya (2837).
49 Sahih Bukhari: Kitab ath Thibb, dari hadits Ibnu Abbas.
50 Al Burhan karya Az Zarkayi juz 1/457/458.
51 Hadits muttafaq alaih, seperti terdapat dalam Al Lu’lu wa al Marjan (898).
52 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Abu Ya`laa dan Baihaqi dalam Asy Sya`b, dan Ath
Thahawi serta yang lainnya, seperti terdapat dalam Sahih Jami` Shagir dan tambahannya (1168).
Imran bin Husain meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda:
“Bacalah Al Quran dan mintalah kepada Allah SWT dengan Al Quran itu, sebelum
datang kelompok manusia yang membaca Al Quran, kemudian meminta kepada manusia
dengan Al Quran” 53.
Sedangkan jika pembaca Al Quran diberikan sesuatu sadaqah, atau pemberian,
maka tidak mengapa jika ia menerimanya, insya Allah.
53 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani dan Baihaqi dalam Asy Sya`b, seperti terdapat dalam
sumber di atas (1169).
Awal Berkembangnya Islam di Indonesia
Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi, yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti, yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam[4] mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan umat Islam Nusantara dengan umat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan umat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu/ Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Sebuah Pengakuan
By: Justine


Di suatu malam yang sunyi senyap
Ku duduk seorang diri dengan ketidakberdayaan
Merenungi hari-hariku yang panjang
Seakan-akan hembusan angin malam pun tak sanggup menggoyahkan sgala penyesalanku

Kicauan burung mengiringi langkahku di setiap pagi
Kumulai hari-hari baru dengan asa yang pasti
Kuazamkan niatku tuk meraih hari-hari yang penuh berkah
Aku bukanlah orang terbaik, tapi aku slalu ingin berusaha untuk lebih baik di setiap hari-hariku
Aku sering menyombongkan diri
Tapi jarang mentafakuri diri
Sampai suatu hari kusadari
Aku tidak tahu apa-apa???

Yang kutahu hanyalah sebuah pengakuan dan pengabdian
Dengan penuh kemurnian dan ketaatan
Hanya untuk meraih Ridha-Nya

Thursday, April 26, 2007

DIEN DAN Al-ISLAM
(Tinjauan secara etimologis dan terminologis)

A. Pendahuluan

Fenomena yang terjadi sekarang adalah banyaknya kekeliruan pemahaman terhadap dien al-Islam. Dien banyak didefinisikan dengan istilah “agama”. Istilah ini berasal dari bahasa sansekerta A” artinya tidak dan ”Gama” artinya kacau. Apabila digabung, secara bahasa agama memiliki arti tidak kacau. Jadi apapun yang dapat membuat sesuatu tidak kacau atau stabil -dengan melihat definisi diatas- maka dapat kita sebut sebagai agama. Dari istilah Agama ini kemudian muncul istilah Tuhan, dimana ”Tu” adalah kepala dan ”Han” adalah dewa, jadi Tuhan adalah kepala/tetua dewa (berbeda dengan Allah yang Esa). Terlebih lagi umat Islam sekarang hanya memahami Islam sebatas ritual-ritual belaka yang dapat mengakibatkan munculnya paham sekuler di negeri ini. Berdasarkan keadaan ini perlulah kiranya kita memahami lebih mendalam tentang makna dien dan Islam, baik secara etimologi maupun terminologi dengan tujuan supaya kemuliaan, ketinggian, dan kesempurnaan Islam dapat terlihat dan terpahami.

B. Pembahasan

Kata Islam sering dikaitkan dengan kata Dien di dalam Al-Quran. Kata Dien diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (dalam terjemahan DEPAG) sebagai Agama. Sebagai contoh pada Qs. 3:19 ” Sesungguhnya agama (read.Dien) yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam.........” serta dalam Qs.3:85 ” Barang siapa mencari agama selain agama (read.Dien) Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. Jadi Dien Islam secara umum diterjemahkan sebagai Agama Islam. Akan tetapi, di dalam Al-Quran, kata Dien tidak selalu diterjemahkan Agama, sebagai contoh dalam Qs.1:4, Dien diterjemahkan sebagai hari pembalasan, pada Qs.12:76 Dien diterjemahkan undang-undang, dll. Bahkan jika ditinjau dari etimologi dan terminologi Arab (sebagai bahasa Al-Quran), Dien tidak selalu dimaknai sebagai agama atau ritualisme. Melihat hal tersebut, kita tidak bisa menerjemahkan Dien Islam hanya sebagai Agama Islam, apalagi mendefinisikannya. Kalau begitu apa definisi dari Dien Islam itu? Di sini kita akan mencoba mendefinisikan Dien Islam dari berbagai sisi di antaranya, etimologi Arab, terminologi Arab, terminologi Al-Quran beserta sifat-sifatnya dan tentunya Hadits.

I. Definisi Dien a. Menurut Etimologi Bahasa Arab
Dien secara etimologi bahasa Arab bermakna ketaatan, kepatuhan dan ketundukan.

b. Menurut Terminologi Bahasa Arab
Sedangkan secara terminologi bahasa Arab Dien bermakna:
1. Al jaza wal mukaffah yang artinya ketundukan total.2. Al-Kodha yang artinya aturan atau undang-undang3. Atadbir yang artinya hukum.
4. Al mulk wa sulthan yang artinya kerajaan, kekuasaan, dan pemerintahan
5. Al hisab yang artinya Haari Pembalasan.
c. Menurut terminologi Al-Quran
Secara terminologi Al-Quran, Dien bermakna:1. Undang-undang atau aturan (Dien dikaitkan dengan undang-undang)/القانون أو النظام “.....undang-undang (read.Dien) raja. .....” (Qs. 12:76)2. Hukum (dien dikaitkan dengan hukum)“...agama (Hukum) Allah,....”. (Qs.24:2)3. Militer (Dien dikaitkan dengan perintah perang)“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”. (Qs. 8:39)4. Hari Pembalasan (Dien diartikan hari pembalasan/الجَزَاء)
“Yang menguasai hari pembalasan (read. Dien)”. (Qs. 1:4)
5. Cara/Metode Ilahiah (الطريقة الإلهية)“ Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam.........” (Qs. 3:19)
Dan Q.S. Ali Imran: 83, yang berbunyi:
“Maka apakah mereka mencari ‘agama’ yang lain dari ‘agama’ Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah saja mereka dikembalikan”
6. Millah atau sunnah.
Seperti millah Ibrahim dan tidak disandarkan kepada Allah (tidak dikatakan millatullah). Makna ini terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 135 dan surat Yusuf ayat 37.
7. Jalan/sistem
Terdapat dalam surat at-taubah ayat 33.

d. Menurut hadits
Sedangkan makna Dien menurut hadits dalam kitab tuhfah al-ahwadzi adalah Nasihat
"الدين النصيحة" أي عماد الدين وقوامه هو النصيحة
Artinya: “Dien merupakan nasihat”.
Hadits ini bermakna tiang dan fondasi dien adalah nasihat.
Dari etimologi dan terminologi bahasa Arab serta terminologi Al-Quran, dan Hadist kita bisa melihat ciri-ciri dari Dien yaitu Universal (umum, mencakup Dunia dan Akhirat), Komperhensif (lengkap/menyangkut semua dimensi kehidupan), dan Integral (menyeluruh). Dari sini kita dapat mendefinisikan bahwa Dien adalah sebuah sistem yang mengatur semua dimensi kehidupan, baik itu personal (ritualism) ataupun sosial (adanya undang-undang dan hukum). Jadi Dien bukan agama sebagaimana yang dipahami oleh mayarakat kita, tapi Dien adalah sebuah sistem kehidupan.

II. Definisi Islama. Menurut etimologi bahasa Arab
Makna Islam secara etimologi bahasa Arab adalah selamat, kemuliaan dan tanggal yang mulia.

b. Menurut terminologi Bahasa Arab
Makna Islam secara terminologi Bahasa Arab adalah ketundukan dan keselamatan.

c. Menurut etimologi Al-Quran
Islam adalah ketundukan total dan berserah diri.“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri (read.Aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”. (Qs.3:83)
d. Menurut terminologi Al-Quran
Makna Islam menurut terminologi Al-Quran adalah:1. Dienul Hak (Dien yang Benar)“....agama yang hak...”. (Qs.48:28)2. Dienul Hanif (Dien yang lurus)“....dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (Qs.98:5)3. Dien yang Sempurna“..... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,...”. (Qs. 5:3)4. Dinullah (Agama Allah)“....agama Allah..........” (Qs.3:83)

e. Menurut hadist
Islam menurut hadits adalah:1. syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji2. tidak marah3. kedamaian4. keadilan5. akhlak yang mulia
Dari etimologi terminologi bahasa Arab, etimologi Al-Quran, terminologi Al-Quran, dan terminologi hadist, maka terlihat bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang datang dari Allah (dienullah) yang mana ajaran tersebut bersifat benar, lurus, komprehensif, integral, menyelamatkan, mulia dan sempurna.
Apabila Dien dan Islam digabung maka terbentuklah Dienul Islam. Dienul Islam dapat didefinisikan sebagai ajaran yang Allah turunkan kepada Muhammad -melalui malaikat Jibril- untuk dijadikan sebuah sistem kehidupan, supaya manusia yang berserah diri kepadanya selamat di dunia dan di akhirat. Secara singkatnya Dienul Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang dilandasi oleh ajaran Islam. Karena sifatnya yang universal maka Dienul Islam cocok disemua tempat dan zaman. Karena sifatnya yang konferhensif maka Dienul Islam mencakup semua dimensi kehidupan dari mulai yang terkecil sampai yang terbesar, baik itu ideoligi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, pribadi, mayarakat, negara, dan dunia. Karena kesempurnaannya maka dinul Islam tidak perlu dicampur dengan yang lain. Karena kebenarannya maka segala sesuatu di luarnya adalah kebatilan. Karena keintegralannya maka untuk orang-orang yang beriman diwajibkan untuk memasuki sistem tersebut (Dienul Islam) secara keseluruhan/kaffah atau tidak sebagaian-sebagaian, dan apabila sengaja untuk mengambil sebagiannya saja, maka otomatis tidak ada Islam bagi dia. Hal inilah yang harus dipahami oleh umat Islam, bahwa Dien Islam yang Allah ridhai berbeda dengan Agama Islam yang sekarang dipahami.


C. PENUTUP
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka jelaslah bahwa tugas kita bersama untuk meluruskan pemahaman yang berkembang di masyarakat. Memang tidaklah mudah untuk mengubah suatu masyakarat yang sudah terkontaminasi oleh pemahaman-pemahaman sekuler, materialistis, dan hedonis. Tetapi dengan bersatu padu dan dalam ikatan yang kokohlah kita akan dapat membentengi diri dari berbagai pemahaman yang destruktif. Wallahu a’lam bi al-shawwab

Referensi :
-Al-Quran-Bukhari-muslim-Kamus Al munjid-ma’alim fi tarik-Mafhumul Hakimiyyah fi fikri
- www.Islam4u.com
- http://www.worldin.blogspot.com/
- www.islampedia.com/mie2/iman/akida1
-
Teori Kepribadian

Dalam Al-Quran terdapat penjelasan tentang kepribadian manusia dan ciri-ciri kepribadian yang bersifat umum, yang membedakan manusia dari makhluk Allah SWT. lainnya. Juga ditemukan beberapa pola, contoh umum kepribadian, gambaran tentang kepribadian yang lurus, tak lurus, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Para psikolog modern untuk memahami faktor-faktor kepribadian yang secara cermat dan tepat, kita harus mempelajari berbagai faktor yang menentukan kepribadian di antara nya faktor-faktor biologis, sosiologis dan kultural. (Utsman, 2005, 360). Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian pokok, yaitu (1) faktor hereditas, yakni faktor yang timbul dari bentukan individu itu sendiri (keturunan), (2) faktor lingkungan (milieu), yakni faktor yang timbul dari lingkungan eksternal, baik sosial maupun kultural. Di saat para psikolog modern mempelajari berbagai penentu kepribadian yang timbul dari sifat pembentukan individu itu sendiri, mereka membatasi perhatiannya hanya pada faktor-faktor fisis-biologis dengan melupakan atau mengabaikan aspek spiritual manusia dan pengaruhnya terhadap kepribadian. Keadaan ini sejalan dengan metodologi penelitian ilmiah mereka yang terbatas pada kajian tentang hal-hal yang dapat diobservasi dan diteliti dalam percobaan-percobaan ilmiah. Adapun yang menjadi alasan para psikolog yang menggunakan metode tematik eksperimental itu dengan tidak menggunakan aspek spiritual dalam kajian mereka adalah karena mereka tidak mengetahui bagaimana mengkaji aspek spritual dalam penelitian ilmiah tematik. Tetapi seharusnya keadaan tersebut tidak menjadi alasan bagi mereka untuk mengabaikan sama sekali aspek spiritual kepribadian dalam upaya memahami kepribadian manusia dan memahami sebab-sebab perilaku manusia, baik yang normal maupun yang menyimpang. Pengabaian aspek tersebut menyebabkan mereka tidak dapat menemukan metode terapi kejiwaan yang paling optimal untuk mengatasi gangguan kepribadian. Erich Fromm (dalam Utsman, 2005: 361) seorang Psikoanalisis, menyadari kekurangan psikologi modern dan kelemahannya dalam memahami manusia secara tepat lantaran mengabaikan aspek spiritual manusia. Utsman (2005: 362) berpendapat bahwa kita tidak dapat memahami kepribadian manusia secara jelas tanpa memahami hakikat semua faktor yang menentukan kepribadian, baik faktor biologis, spiritual, sosial maupun kultural. Pembatasan hanya pada faktor-faktor fisis-biologis dan faktor sosio-kultural, dengan mengabaikan pengaruh aspek spirtual pada manusia, hanya akan memberi gambaran yang tidak jelas dan tidak akurat mengenai kepribadian.Dalam diri manusia terdiri dari perpaduan dua unsur yang saling melengkapi dan harmonis dalam membentuk dirinya dan kepribadiannya. Kepribadian manusia dapat dipahami secara akurat dan terwujud dalam bentuknya yang hakiki manakala esensi manusia yang terdiri dari perpaduan dua unsur tesebut diperhatikan secara sempurna. Fenomena ini terlihat dalam kepribadian Rasulullah SAW. yang seimbang antara kekuatan spiritual yang mendalam dan vitalitas jasmaniah yang terpancar. Setiap teori memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dari teori-teori kepribadian adalah usaha-usaha untuk merumuskan atau mengungkapkan aspek-aspek penting tingkah laku manusia dan keberhasilan usaha-usaha ini harus dinilai terutama dari seberapa efektif teori-teori itu berhasil merangsang penelitian telah dipaparkan di atas, sedangkan kelemahannya ialah Teori kepribadian tidak akan mampu memberi gambaran yang komplit dan lengkap mengenai kepribadian dengan seluruh ciri-cirinya yang khas dan unik, karena hanya dapat mengekspresikan dalam bentuk-bentuk skematis dan tipologis, dengan melihat adanya persamaan-persamaan pokok yang ada pada manusia. Sedangkan keunggulan teori psikologis adalah pribadi sebagai satu unitas yang kompleks itu dianalisa sebagai elemen-elemen yang saling bergantung. Jadi ada uraian dari faset-faset dan elemen-elemen psikis dan fisiologis, yang dipaparkan secara “sepotong demi sepotong”, gejala demi gejala. Uraian demikian disebut sebagai analisa segmentil atau analisa partikularis ( Kartini, 2005:3). Adapun kelemahan teori psikologis adalah hasil pengetahuannya bersifat umum dan lebih bersifat satu pengabstraksian tentang manusia, karena umumnya menganalisa manusia sebagai satu obyek pendidikan. Dengan demikian manusia itu diredusir sebagai satu obyek-penelitian ilmiah.

Friday, April 20, 2007

Arti Kehidupan
By: Gustini

Kehidupan adalah sebuah misteri
Mudah diucapkan
Sulit dimaknai

Di sana orang bisa
Bahagia atau membahagiakan
Sengsara atau menyengsarakan
Selamat atau menyelamatkan
Teraniaya atau menganiaya
Tertawa atau menertawakan

Kehidupan………
Banyak orang bisa memahami maknamu
Proleh kebahagiaan
Tak sedikit orang tak bisa memahamimu
Proleh kesengsaraan

Kehidupan……
Bisa begitu indah
Pabila perlakukan ia dengan indah
Bisa begitu pahit
Pabila perlakukan ia dengan kepahitan
Bisa begitu kejam
Pabila perlakukan ia dengan kejam
Bisa begitu ramah
Pabila perlakukan ia dengan ramah pula

Kehidupan ………………..
Apakah itu?
Apakah ia hanya sebuah kata yang terangkai huruf-huruf,
Sebuah simbolkah?
Atau……………….????

Engkau memberi arti dalam setiap langkah
Memberi pelajaran dalam setiap kekhilafan
Memberi harapan dalam segala keputusasaan
Memberi kesabaran dalam setiap ujian
Memberi kekuatan dalam segala ketidakberdayaan
Memberi ketawadhuan dalam setiap ketakaburan
Memberi cinta dalam segala kebencian

Hidup……………hidup ………oh………hidup..???????
الكلمات التي لا تصدر عن القلب لا تستطيع أن تمس القلب
Kata-kata yang tidak bersumber dari hati tidak bisa menyentuh hati


العلم هو أبو الحب والحكمة هي عين الحب

Ilmu adalah Bapaknya cinta dan hikmah adalah matanya cinta
Pergantian
By: Gustini

Detik berganti menit
Menit berganti jam
Jam berganti hari
Hari berganti bulan
Bulan berganti tahun
Tahun berganti abad
Itulah roda kehidupan

Tak bisa dipungkiri kehidupan kan senantiasa bergulir dan berputar
Sesuai kehendak-Nya

Kemenangan, kekalahan
Kesenangan, kesedihan
Kehancuran, kejayaan
Datang silih berganti
Tak tau pasti kapan datang, kapan pergi
Secepat itukah 100803
By Gustini
(justine_ridwan@yahoo.com)

Secepat itukah kau berucap
Secepat itukah kau berjanji
Secepat itu pula kau berdusta
Secepat itu pula kau berpaling

Duhai sahabat hati! Kemanakah kau pijakkan langkahmu
Kemanakah kau arahkan pandanganmu
Kemanakah kau tumpukan qalbumu
Ingatlah sang Haris di atas sana!
Menatapmu dengan senyuman
Mengawasimu dengan penuh kasih sayang
Agar kau tak kehilangan arah…..

Duhai sahabat …
Janganlah kau hilang kendali
Berjalan dengan langkah tak pasti
Menyusuri jalan yang berliku
Tuk sesuatu yang tak pasti

Hati-hatilah sahabat!!!Q!!!
Teruntuk Sahabat-Sahabatku



Rona wajahmu memancarkan kebahagiaan
Indah senyummu menyejukkan hati sekelilingmu
Kebaikan hatimu meluluhkan ketegangan
Mulianya akhlakmu Menghidupkan suasana
Amanahnya dirimu membangkitkan tsiqah saudaramu

Uniknya kepribadianmu mewarnai sekitarmu
Melankolisnya dirimu menebarkan empati tuk sesama
Indahnya parasmu mencerminkan mulianya akhlakmu

Namamu menegaskan keperibadianmu
Ikhlasnya sikapmu membawa ketenangan dalam hidupmu
Aura wajahmu Menampakkan betapa tegasnya dirimu

Nuranimu mencerminkan betapa lembutnya dirimu
Untaian kata lembutmu menyentuh kalbu saudaramu
Ramahnya sikapmu mencairkan suasana
Sayap
Bag: 1

By: JUSTINE'S


Telah lama kurindukan kehadiranmu
Sekian lama kuimpikan bayanganmu

Engkau terbang jauh, jauh sekali
Meninggalkan temanmu, entah kemana…….

Tanpamu aku pincang
Tuk terbang ke angkasa
Menatap keindahan langit yang membiru
Tanpamu aku resah
Disaat aku goyah

Teman kurindukan kepakanmu
Kuharapkan tausyiyahmu

ku tak pernah menuntut kegagahanmu, keelokan parasmu, kemegahanmu, keindahan zahirmu
hingga orang-orang tertegun padamu

Teman,
Yang kuharapkan hanyalah keteguhanmu, ketulusanmu, keikhlasanmu, semangat juangmu, karyamu yang tak lekang dimakan waktu, pengabdianmu pada-Nya, bimbinganmu dan arahanmu agar tak kehilangan arah.
PROFESIONALISME GURU


Dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula aspek-aspek kehidupan manusia, khususnya dalam dunia pendidikan. Fenomena yang ada dalam dunia pendidikan saat ini di antaranya adalah kurangnya kesejahteraan para guru, kurangnya mutu atau kualitas sumber daya manusia, dan sarana prasarana pendidikan serta perangkat-perangkat pendidikan lainnya. Guru merupakan salah satu faktor utama dalam pendidikan, dituntut untuk mengalami perubahan dan profesional dalam bidangnya. Guru dituntut inovatif dalam berbagai hal, terutama hal-hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan.
Dahulu sekolah dapat terselenggara jika ada murid, guru dan sarana serta prasarana yang menunjangnya. Guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia menjadi pusat bertanya segala permasalahan. Pada saat itu tugas guru hanya mentransfer pengetahuan kepada murid. Cara demikian dipandang cukup memadai, karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang. Di Era globalisasi ini sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi seorang guru tidak mungkin menguasai seluruh khasanah ilmu pengetahuan walau dalam bidangnya sendiri yang ia tekuni. Dia tidak mungkin menjadi gudang ilmu dan satu-satunya sumber belajar bagi muridnya. Tugasnya bukan hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga ia harus mampu membimbing, mengarahkan dan menunjukkan jalan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan dan memotivasi untuk berilmu. Dengan kata lain seorang guru harus mampu menumbuhkembangkan budaya membaca dan meneliti untuk menemukan sesuatu (scientific curiesty) pada diri muridnya. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas guru adalah "membelajarkan pelajar" atau dengan kata lain "mendewasakan manusia". Saat ini telah berkembang Kurikulum berbasis kompetensi di dalam dunia pendidikan. Di dalamnya guru tidak lagi menjadi pusat belajar, tetapi siswalah yang menjadi pusat belajar. Siswa dituntut untuk belajar mandiri, mencari informasi di luar sekolah, dan memiliki serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Dalam istilah bahasa Sunda guru kepanjangan dari digugu artinya seorang guru merupakan sosok yang selalu dipatuhi, ditaati oleh muridnya, dan ditiru artinya seorang guru adalah pribadi yang selalu dikuti dan dicontoh oleh muridnya. Berdasarkan pengertian tersebut sudah selayaknyalah seorang guru memiliki kepribadian yang unggul, berakhlak mulia, karismatik serta berwibawa sehingga patut untuk dijadikan contoh atau teladan yang baik bagi muridnya.
Untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah, karena seorang guru harus memiliki bekal-bekal menjadi pendidik (murabbi) yang baik. Seorang guru bukan hanya sekedar memberikan materi saja (mu'allim), melainkan ia juga harus fatonah dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik anak didiknya berakhlak karimah. Adapun bekal-bekal atau kiat-kiat menjadi pendidik yang baik, di antaranya:
1. Ia harus selalu meluruskan niat, semata-mata beribadah kepada Allah dalam mengemban amanahnya, karena profesi guru adalah profesi yang agung dan luhur.
2. Mempersiapkan materi yang akan disampaikan , fisik dan mental
3. Yakin bahwa dirinya akan sukses dalam membina anak didik
4. Meningkatkan kredibilitas dan kewibawaan dengan menambah pengetahuan, pengalaman, bersikap jujur, tidak komersil, sederhana, hati-hati dalam berpendapat, dan memanfaatkan keterampilan khusus yang dimilikinya.
5. Mampu menarik simpati anak didiknya
6. Mampu memahami anak didiknya
7. Mampu menumbuhkan solidaritas dan kebersamaan.
Seorang guru harus mampu memposisikan anak didiknya sebagai partner dalam kegiatan belajar mengajar, bukan sebagai bawahan karena hubungan antara guru dan anak didik merupakan hubungan mutualisme dan saling melengkapi, artinya seorang guru tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari anak didiknya, begitu pula sebaliknya.

Thursday, April 12, 2007

Persahabatan

By: Gustine

Persahabatan bukanlah perdebatan
Persahabatan bukanlah rekayasa
Persahabatan bukanlah mengharap, meminta
Persahabatan adalah memberi, memotivasi dan saling mengisi
Persahabatan bukanlah pamrih
Karena persahabatan adalah silih asah, asuh dan asih

Hidup ini indah dengan gelak tawa sahabat
Hidup ini penuh makna
Dengan petuah dan tausiyah sahabat
Hidup ini resah dengan kebencian dan pengkhianatan sahabat
Persahabatan sejati kan selalu abadi .................

الصديق الحقيقي هو الذي تجده عند الشدة والحزن والفقر
يمد يده إليك دون إجبار وجزاء, يساعدك بما له من الأشياء إن احتجت إليها
ويأمر بالمعروف وينهى عن المنكر

Puisi

Renungan


Kutempuh hari demi hari, yang tak pernah kutahu apa yang akan terjadi
Aku mencoba masuk ke permukaan, tapi selalu luput untuk merenungi hari-hariku yang panjang
Aku ingin larut dalam kedalaman-Mu, bukan hanya sekedar menyebut asma-Mu dalam kegelisahan yang menghimpit
Ada sesuatu yang sulit kupalingkan, rasanya aku sering tak sanggup diam lama berhadapan dengan-Mu
Engkau selalu tersisih dan aku memburu sesuatu yang menggoda perasaanku
Aku mereguk kehidupan, tapi tak menghayati inti kehadiran. Melahap kenikmatan, tapi tak mengkaji hakikat keberadaan.
Langkahku adalah perjalanan kehilangan arah….??
Aku harus terus bangkit, maju dan berjuang
Sampai kutemukan cahaya-Mu
Sisihkan kebahagiaan semu
Tuk raih kebahagiaan hakiki

Created by: Gustini (Justine)